Jujur, waktu pertama kali denger nama Kepulauan Tanjung Meriam, aku sempat mikir, “Ini di mana sih? Baru denger!” Tapi justru itu yang bikin aku penasaran. Dalam hidup, kadang tempat yang belum terkenal itu justru yang paling autentik. Dan benar aja, setelah nyasar dan akhirnya sampai, aku bisa bilang: ini salah satu perjalanan terbaik yang pernah aku ambil.
Awal Mula Kenal Tanjung Meriam
Jadi gini, awalnya aku dapet info soal Tanjung Meriam dari grup WhatsApp temen-temen lama. Salah satu temen share foto pantai dengan air sebening kaca dan caption-nya bilang, “Nggak nyangka masih ada tempat sekeren ini yang belum banyak orang tahu.” Langsung dong, rasa penasaran menyeruak.
Aku buka Google Maps, ketik “Kepulauan Tanjung Meriam,” dan… zonk. Nggak banyak info. Tapi justru karena itu, aku jadi makin tertarik. Dari situ aku mulai ngegali info dari blog lokal, forum travel, sampai nanya-nanya temen yang tinggal di sekitar Sumatera. Dan boom! Ternyata Tanjung Meriam ini masih masuk wilayah Indonesia Barat, agak tersembunyi, tapi bisa diakses dari pelabuhan kecil yang nggak begitu populer.
Nah, disinilah awal perjalananku ke surga tersembunyi dimulai. Kecil-kecilan riset, booking penginapan lokal, dan akhirnya berangkat juga. Dari awal aku udah niat: ini bukan cuma liburan, ini misi menemukan tempat yang (mungkin) bakal jadi next big thing dalam dunia pariwisata Indonesia.
Mengapa Kepulauan Tanjung Meriam Jadi Destinasi Wisata?
Kalau kamu tanya kenapa Tanjung Meriam cocok banget jadi tempat wisata, jawabannya panjang. Tapi aku akan rangkum yang paling kerasa dari pengalamanku tribun lombok.
Pertama: keaslian alamnya masih murni. Hampir semua sudut pulau belum tersentuh pembangunan berlebihan. Nggak ada resort besar atau keramaian ala Bali. Justru itu nilai plusnya. Kamu bisa ngerasain vibes tropis yang tenang, kaya dulu waktu Bali belum sepopuler sekarang.
Kedua: ekosistem bawah lautnya keren banget. Aku bukan penyelam profesional ya, tapi dari pengalaman snorkeling aja udah bikin takjub. Terumbu karangnya masih warna-warni, ikan-ikannya beraneka ragam dan jinak, bahkan aku lihat penyu berenang santai sekitar 5 meter dari perahu. Ini hal yang nggak gampang kamu temuin di tempat wisata mainstream yang udah terlalu ramai.
Ketiga, masyarakat lokalnya ramah banget. Mereka sadar betul akan potensi wisata daerahnya, tapi nggak eksploitatif. Aku tinggal dua malam di homestay milik keluarga lokal dan diajarin bikin sambal terasi khas sana—dan itu enak banget, lebih nikmat daripada yang biasa aku beli di restoran.
Buat aku pribadi, Tanjung Meriam adalah contoh sempurna wisata berbasis alam dan budaya lokal yang berjalan beriringan. Ini yang bikin aku pengen banget nulis artikel ini dan ngenalin ke lebih banyak orang. Tapi, aku juga berharap pengunjung tetap menjaga dan nggak merusak keindahan ini.
Akses Menuju Kepulauan Tanjung Meriam
Nah ini dia yang tricky dan sedikit jadi tantangan. Akses ke Kepulauan Tanjung Meriam nggak semudah destinasi populer, tapi bukan berarti nggak mungkin.
Perjalananku dimulai dari Jakarta. Aku naik pesawat ke Pekanbaru, lalu lanjut perjalanan darat sekitar 4 jam ke pelabuhan kecil yang (jujur aja) bahkan nggak ada di Google Maps secara detail. Dari situ, aku naik kapal nelayan selama kurang lebih 1,5 jam menuju pulau utama di Kepulauan Tanjung Meriam.
Kapalnya? Tradisional. Tapi itulah serunya. Ombaknya agak kencang, dan aku sempet basah kuyup karena semprotan air laut, tapi pemandangannya bikin semuanya sepadan. Bayangin laut biru kehijauan, langit cerah, dan pulau-pulau kecil yang mulai kelihatan di kejauhan. Rasanya kayak lagi syuting iklan teh botol di zaman dulu.
Tips dari aku: pastikan kamu berangkat pagi-pagi banget. Ombak masih tenang dan kamu bisa menikmati perjalanan dengan lebih aman. Jangan lupa juga bawa dry bag karena percikan air bisa bikin gadget kamu basah.
Sebagai catatan, akses sinyal cukup sulit di sana. Jadi lebih baik kasih kabar ke keluarga atau temen dulu sebelum kamu masuk ke area “lost in paradise” ini.
Aktivitas Seru di Kepulauan Tanjung Meriam
Setelah sampai, pertanyaan berikutnya: “Ngapain aja di sana?” Jawabannya: banyak banget!
Snorkeling dan diving. Ini wajib banget. Spot favoritku namanya “Batu Sumbu,” dinamai karena bentuk batuannya kayak kepala sumbu kompor. Di bawahnya, ada karang berlapis yang jadi rumah bagi ratusan ikan warna-warni. Bahkan aku sempat liat ikan badut (Nemo!) dan barakuda kecil.
Tracking ringan ke bukit. Ada jalur naik ke bukit kecil yang bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Dari atas, kamu bisa lihat keseluruhan pulau dan laut luas yang mengelilinginya. Waktu terbaik? Jelas pagi hari atau sunset. Tapi aku saranin ambil waktu pagi biar nggak terlalu panas.
Camping di pinggir pantai. Beberapa spot diizinkan untuk pasang tenda. Aku nggak nginep di tenda, tapi sempet gabung sama rombongan mahasiswa yang lagi camping. Kami bikin api unggun, ngobrol sampe tengah malam, dan itu jadi momen paling “hidup” selama liburan.
Mancing bareng warga lokal. Ini menarik karena mereka pakai teknik tradisional yang unik, semacam pancing cumi-cumi pakai senter. Seru dan bisa jadi pengalaman edukatif juga, apalagi kalau kamu ngajak anak-anak atau keluarga.
Review Jujur dari Pengalaman Liburan ke Tanjung Meriam
Kalau ditanya, “Worth it nggak ke Tanjung Meriam?” Jawabanku: YES, tapi dengan catatan.
Tempat ini indah banget, bahkan melebihi ekspektasiku. Tapi kamu harus siap dengan kondisi yang belum terlalu komersil. Jangan berharap ada minimarket besar, apalagi sinyal 5G. Tapi justru di situlah nilai keasliannya.
Aku sempat frustrasi waktu mau top up e-money dan nggak bisa karena nggak ada sinyal. Juga sempet kesel karena kamar mandi homestay-nya sederhana banget, airnya agak asin. Tapi kemudian aku sadar, inilah sensasi liburan yang sesungguhnya. Back to nature. Bukan cuma liburan buat foto-foto, tapi buat beneran istirahat dan terkoneksi sama alam.
Poin plus yang paling berasa: ketenangan. Jauh dari keramaian, suara mesin, bahkan notifikasi WhatsApp. Rasanya kayak detoks mental. Tidur nyenyak, makan ikan bakar segar, dan bangun pagi dengan suara ombak—jujur aja, kapan terakhir kali kamu ngerasain itu?
Tapi ingat, karena ini bukan destinasi wisata besar, kamu harus bawa perlengkapan sendiri. Termasuk obat pribadi, charger cadangan, dan air minum kemasan.
Pelajaran dan Tips dari Perjalanan ke Tanjung Meriam
Dari perjalanan ini, aku belajar banyak hal. Salah satunya: tempat indah nggak selalu harus viral duluan untuk jadi berharga. Tanjung Meriam ngajarin aku untuk nggak meremehkan destinasi yang “belum terkenal”.
Pelajaran lainnya: jangan terlalu tergantung sama teknologi. Di Tanjung Meriam, aku bener-bener lepas dari HP, dan itu bikin aku lebih hadir, lebih terhubung sama sekitar, dan… lebih waras.
Beberapa tips dari aku kalau kamu mau ke sana:
Datang saat musim kemarau, sekitar April–Oktober. Laut lebih tenang dan cuaca cerah.
Booking homestay dari jauh hari, karena jumlahnya terbatas.
Bawa powerbank, headlamp, dan kantong plastik tahan air.
Ngobrol sama warga lokal. Mereka punya banyak cerita menarik yang nggak akan kamu temuin di blog manapun.
Tanjung Meriam, Surga yang Harus Dijaga
Kalau kamu tipe orang yang nyari ketenangan, suka eksplorasi, dan pengen liburan yang beda dari biasanya, Kepulauan Tanjung Meriam adalah jawaban. Tapi inget, kita sebagai wisatawan punya tanggung jawab buat menjaga kelestariannya.
Karena kalau bukan kita yang rawat dan lestarikan tempat seindah ini, siapa lagi?
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Wego Lamongan: Destinasi Wisata Seru di Jawa Timur yang Bikin Liburan Makin Lengkap disini