Gue inget banget waktu pertama kali lihat Ersya Aurelia main di sinetron “Siapa Takut Jatuh Cinta”. Awalnya sih gue kira dia cuma aktris remaja biasa yang dibikin cantik kamera dan lighting. Tapi makin lama gue nonton, makin kelihatan bahwa Biography anak ini punya teknik akting yang solid. Matanya tajam, ekspresinya nggak dibuat-buat. Dan yang paling gue notice? Timing-nya.
Kadang kan aktor tuh bagus pas sedih doang, atau cuma pas marah. Tapi Ersya Aurelia tuh lengkap. Dari sinetron ke film layar lebar, dia berhasil bikin peran yang beda-beda berasa nyata. Gue suka banget pas dia main di film Pabrik Gula. Serius, dia sampe rela kulitnya digelapin, nggak pake parfum, dan berakting jadi buruh dengan logat Jawa Timur yang… yah, lumayan meyakinkan buat ukuran bukan orang sana.
Itu momen di mana gue mikir, “Oke, ini bukan aktris yang cuma ngandelin tampang. Ini pekerja seni.”
Belajar dari Totalitas Ersya: Jangan Setengah-Setengah, Bro!
Dari semua cerita yang pernah gue baca tentang dia, satu hal yang selalu gue garis bawahi adalah komitmen. Dia nggak nanggung kalau udah terima proyek. Kayak di film horor Dosen Ghaib, dia sempet cedera ringan gara-gara adegan jatuh dan efek makeup-nya berat banget. Tapi dia jalanin. Nggak banyak komplain, bahkan dia bilang itu pengalaman yang ngelatih mental dan fisik wikipedia
Gue jadi mikir, ini pelajaran penting juga buat kita yang kerja di bidang apapun. Kalau Ersya Aurelia aja bisa segitunya berkorban buat satu peran, kenapa kita sering banget males-malesan cuma karena tugas kantor atau proyek pribadi?
Intinya: kalau udah nyemplung, sekalian nyelam!
Perjuangan Jadi Populer Itu Nggak Instan, Gengs
Banyak yang baru kenal Ersya Aurelia dari IG atau sinetron remaja, padahal dia tuh udah aktif sejak kecil. Dari umur 8 tahun dia udah ikut lomba model, main FTV, ikut casting sana-sini. Bahkan sempet gagal juga, loh. Ada cerita waktu dia casting film layar lebar, tapi gagal dapet peran utama karena dinilai belum “siap mental”. Sakit? Pasti. Tapi dia terus latihan.
Gue pribadi jadi mikir, “Populer itu bukan sulap.” Banyak dari kita lihat suksesnya doang, tanpa tahu betapa panjang jalan menuju ke sana.
Kalau lo lagi ngerintis sesuatu — entah itu konten kreator, bisnis online, atau bahkan karier jadi karyawan — inget bahwa proses itu mahal. Bukan cuma waktu, tapi juga perasaan dan keberanian untuk bangkit pas jatuh.
Media Sosial dan Realita: Ersya Aurelia Ngasih Contoh yang Jarang Diliat
Gue perhatiin akun Instagram-nya, dia itu aktif, tapi bukan yang drama-drama banget. Jarang banget bahas haters, tapi dia pernah cerita dalam wawancara kalau dia masih suka baca komentar negatif. Katanya sih, “kadang kepo juga, mau tahu orang mikir apa.”
Jujur ya, gue bisa relate banget. Kita semua pasti pernah mikir, “Orang ngomongin gue apa ya?” Tapi bedanya, dia nggak tenggelam di sana. Dia anggap itu cermin. Kalau kritiknya masuk akal, ya diterima. Kalau enggak, ya buang aja. Simpel.
Menurut gue, ini pelajaran penting banget buat generasi muda — buka telinga, tapi jangan bikin kuping jadi sarang racun.
Soal Kehidupan Pribadi: Rahasia yang Justru Menjaga Karier
Ersya Aurelia tuh bukan tipe selebriti yang suka umbar-umbar kehidupan pribadinya. Iya sih, kadang dia posting OOTD, hobi makan es krim, atau story pas traveling. Tapi soal pacar? Jarang banget. Apalagi keluarga. Bahkan soal agama pun banyak fans yang masih penasaran. Tapi buat gue, ini bentuk profesionalisme. Dia bisa bedain antara “personal branding” dan “privasi”.
Dan jujur aja, ini bikin dia keliatan lebih dewasa dibanding banyak artis seusianya. Gue rasa ini juga yang bikin dia bisa bertahan di industri yang keras ini. Karena jaga batas itu penting banget. Gue sih angkat topi buat dia.
Dari Sinetron ke Layar Lebar: Adaptasi yang Nggak Semua Aktor Bisa Lakukan
Sinetron dan film layar lebar itu dua dunia yang beda, bro. Di sinetron, lo dituntut cepat, produksi harian, adegan bisa diulang 2-3 kali terus gas. Tapi di film? Ekspektasinya lebih tinggi. Akting harus “deep”, bukan cuma “heboh”.
Nah, Ersya Aurelia bisa tuh adaptasi. Dari yang awalnya terkenal karena sinetron remaja, dia bisa masuk ke genre horor psikologis kayak Susuk: Kutukan Kecantikan dan film misteri kayak Pabrik Gula. Artinya dia punya kapasitas berkembang. Bukan cuma main aman di genre cinta-cintaan doang.
Dan ini inspirasi juga buat kita yang kerja di bidang apapun: jangan takut pindah jalur, asal lo siap belajar.
Apa yang Bisa Kita Petik dari Ersya Aurelia?
Kalau gue ringkas, ini poin-poin yang menurut gue bisa jadi pelajaran penting dari perjalanan Ersya:
Proses panjang itu wajar — dari umur 8 tahun sampai dikenal, itu bukan perjalanan singkat.
Jaga batas personal — lo bisa eksis tanpa harus buka semua sisi hidup lo ke publik.
Jangan manja sama kritik — baca, cerna, terima kalau logis, buang kalau nyakitin doang.
Kalau kerja, totalitas — ngeluh boleh, tapi tetap jalanin. Itu yang bikin beda hasilnya.
Berani pindah zona nyaman — dari sinetron ke film layar lebar, dari peran anak manja ke buruh pabrik.
Ersya, Generasi Baru Artis yang Bukan Sekadar Wajah Cantik
Gue jujur seneng banget nulis tentang Ersya Aurelia. Bukan karena dia lagi hits doang, tapi karena ceritanya relatable dan bisa jadi inspirasi buat siapa aja. Anak muda, emak-emak, bahkan gue sendiri yang udah kepala empat pun bisa belajar sesuatu dari dia.
Buat lo yang baru tahu Ersya, coba deh tonton beberapa film atau sinetronnya. Rasain gimana cara dia menghidupkan karakter. Dan buat lo yang udah jadi fans dari dulu, semoga artikel ini bikin lo makin salut sama perjuangannya.