Lonjakan Penggunaan AI, gue inget banget, awal denger soal AI (Artificial Intelligence) tuh pas liat berita Elon Musk ngomongin robot. Waktu itu gue mikir, “Ah, masih jauh lah dari hidup gue. Kayaknya AI cuma buat pabrik-pabrik atau teknologi luar angkasa.”
Tapi kemudian, tanpa sadar… AI mulai masuk ke mana-mana. Mulai dari YouTube rekomendasi, filter Instagram, sampai chatbot customer service yang jawab “dengan senyuman palsu tapi cepat.”
Dan puncaknya? Ketika temen gue ngenalin ChatGPT. “Coba lo nanya apa aja, dia jawab kayak manusia.” Gue langsung skeptis. Tapi setelah nyoba sendiri? Gue bengong.
“Gila, ini AI beneran pintar!”
Awalnya Gue Cuma Denger-Denger
Dari Penasaran Jadi Ketergantungan
Awalnya gue cuma iseng nanya-nanya ringan: “Kasih ide menu masakan,” atau “Apa itu ekonomi mikro?” Tapi lama-lama gue sadar, gue mulai sering banget nanya soal kerjaan.
Gue kerja di bidang konten digital. Dan ternyata, AI bisa bantu bikin outline, nyusun ide artikel, bahkan nyari tren SEO. Gue jadi lebih cepat kerja. Lebih produktif. Tapi… juga mulai bergantung.
Gue mulai mikir, “Jangan-jangan kalau AI ilang, gue panik.” Dan dari situ, gue mulai lebih serius pelajarin apa sih yang sebenarnya terjadi dengan lonjakan penggunaan AI ini.
Lonjakan yang Gak Bisa Diabaikan
Menurut laporan-laporan teknologi, sejak 2022 ke atas, Lonjakan Penggunaan AI global naik drastis. Bukan cuma di bidang IT, tapi juga:
Kesehatan: Bantu diagnosa lebih cepat
Keuangan: Deteksi fraud dan bantu customer support
E-commerce: Rekomendasi produk dan prediksi stok
Pendidikan: AI jadi tutor pribadi
Kreatif: AI bisa gambar, nulis lagu, sampai bikin video
Bahkan di Indonesia sendiri, makin banyak startup lokal yang mulai integrasi AI di platform mereka. Gue sempat ngobrol sama temen yang kerja di fintech, katanya sekarang chatbot perusahaannya 90% otomatis. Padahal tahun lalu masih manual.
Antara Takjub dan Parno: Emosi yang Campur Aduk
Gue jujur takjub. Tapi juga… agak parno.
Takjub, karena AI bikin banyak hal jadi mungkin. Tugas yang dulunya makan waktu berjam-jam bisa diselesaikan dalam menit. Gue bisa bikin draft proposal, translate bahasa, bahkan bikin strategi marketing, dibantu AI.
Tapi parno, karena:
Apa iya pekerjaan gue aman?
Gimana kalau semua orang jadi pakai AI, terus keunikan manusia hilang?
Apakah ini bikin orang makin males mikir?
Dan pertanyaan paling krusial: kalau semua orang pakai AI, siapa yang kontrol AI?
Momen Lucu: Bikin Puisi Lonjakan Penggunaan AI Buat Gebetan
Satu waktu, gue iseng pakai AI buat bikin puisi romantis. Kirim ke gebetan. Dia jawab:
“Wah, ini sweet banget… tapi ini lo yang tulis atau lo pakai AI?”
Gue nyengir. Ketahuan.
Dari situ gue sadar—keaslian tetap penting. AI bisa bantu, tapi rasa dan konteks manusia nggak bisa diganti sepenuhnya.
Perubahan yang Gue Rasakan Secara Nyata
Dalam setahun terakhir, hidup gue berubah cukup drastis karena AI. Ini hal-hal nyata yang gue alami:
1. Produktivitas Naik
Kerjaan lebih efisien. Gue bisa nyelipin waktu buat belajar hal baru, atau sekadar istirahat yang dulu susah banget gue dapetin.
2. Belajar Lebih Cepat
Gue bisa tanya apa aja ke AI tanpa malu. Bahkan hal bodoh sekalipun. “Kenapa langit biru?” atau “Bedanya investasi dan spekulasi?”
3. Kehilangan Kebiasaan Berpikir Lama
Kadang gue jadi malas mikir sendiri. Lebih suka nanya. Dan itu bahaya, karena kalau kebiasaan mikir hilang, kita jadi pasif.
Etika dan Pertanyaan Besar yang Harus Kita Tanyakan
Lonjakan penggunaan AI bukan tanpa resiko. Kita harus mulai tanya:
Siapa yang punya data kita?
Gimana dengan pekerjaan yang hilang karena otomasi?
Apa batas antara membantu dan menggantikan manusia?
Gue pribadi percaya, AI bukan musuh, tapi alat. Sama kayak mobil atau komputer. Yang jadi masalah bukan alatnya, tapi gimana kita pakainya Metrotv News.
Tips Bijak Menggunakan AI di Kehidupan Sehari-hari
1. Gunakan AI Buat Mendukung, Bukan Mengganti
Contoh: Minta AI bantu bikin kerangka presentasi, tapi lo yang isi dan deliver dengan gaya lo sendiri.
2. Selalu Tinjau Ulang Output AI
AI bisa salah. Dia belajar dari data, dan data bisa bias. Jangan telan mentah-mentah.
3. Tetap Asah Otak Sendiri
Jangan jadikan AI sebagai pengganti berpikir. Gunakan sebagai partner diskusi.
4. Jaga Privasi
Hindari masukin info sensitif ke sistem AI publik.
Masa Depan: Apakah AI Akan Mengambil Alih?
Gue nggak punya jawaban pasti. Tapi dari yang gue lihat, AI bukan akan “menggantikan manusia”—tapi akan menggantikan manusia yang nggak mau belajar AI.
Pekerjaan akan berubah. Skill akan berevolusi. Tapi selama kita tetap adaptif, punya empati, dan mau belajar… manusia tetap jadi pusat dari semuanya.
Lonjakan Penggunaan AI Boleh Pintar, Tapi Manusia Tetap Punya Rasa
Lonjakan penggunaan AI itu ibarat ombak. Lo bisa coba lawan, atau lo bisa belajar surfing.
Gue pribadi milih buat naik papan dan ikut arus, tapi tetap pegang kendali. Karena pada akhirnya, teknologi sekuat apa pun akan selalu butuh sentuhan manusia. Dan itulah kekuatan kita.
AI bisa nulis, tapi nggak bisa ngerasain. Lo bisa.
Baca Juga Artikel dari: Pertama Kali Pakai Baju Adat Bali: Pengalaman Berkesan dan Pelajaran Budaya
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Technology