Menu Sidebar Widget Area

This is an example widget to show how the Menu Sidebar Widget Area looks by default. You can add custom widgets from the widgets in the admin.

Jumbo

Awalnya Cuma Iseng Nonton Jumbo, Tapi Malah Kena Mental…

Jumbo Waktu itu malam Minggu, dan saya lagi butuh hiburan yang… beda. Udah bosen sama film romantis biasa, yang ceritanya ketebak dari 5 menit pertama. Iseng scroll film-film wikipedia di salah satu platform streaming, tiba-tiba nemu movie judul Jumbo. Posternya nggak biasa. Terus pas baca sinopsisnya… saya kaget.

“Seorang perempuan jatuh cinta dengan wahana permainan.”

Eh?

Awalnya saya mikir ini semacam film satir atau komedi absurd. Tapi karena penasaran dan ratingnya juga nggak main-main di beberapa festival film, akhirnya saya tonton. Dan jujur, saya nggak nyangka film ini bakal ninggalin kesan sedalam itu.

Cerita Film Jumbo yang Nggak Biasa, Tapi Dalem Banget

Film Jumbo disutradarai oleh Zoé Wittock, dan terinspirasi dari kisah nyata seorang perempuan yang menikah dengan roller coaster. Iya, ini nyata.

Tokoh utamanya bernama Jeanne, diperankan dengan sangat meyakinkan oleh Noémie Merlant (yang juga main di Portrait of a Lady on Fire). Jeanne adalah perempuan pendiam, kerja malam sebagai petugas kebersihan di taman hiburan, dan punya hubungan yang rumit dengan ibunya.

Jumbo

Hidupnya berubah waktu dia mulai “merasa sesuatu” dengan wahana permainan baru di tempat kerjanya. Namanya: Jumbo. Wahana ini digambarkan punya kepribadian sendiri. Jeanne mulai merasa bahwa Jumbo bisa “mendengarnya”, merespons perasaannya, dan akhirnya… mereka menjalin hubungan emosional.

Terdengar aneh? Iya. Tapi saat ditonton, entah kenapa, saya merasa terhubung dengan cerita ini. Ada kesepian yang familiar. Ada keinginan untuk dimengerti, bahkan oleh sesuatu yang nggak konvensional.

Kenapa Film Jumbo Bikin Saya Mikir Ulang Tentang Makna Cinta

Oke, saya akui. Awalnya saya ketawa pas Jeanne mulai “berinteraksi” sama si wahana. Ada adegan dia menyentuh mesin, bicara seolah ada yang mendengar, dan bahkan merespons dengan suara dan lampu.

Tapi makin lama, saya makin ngeh: film ini bukan sekadar tentang hubungan aneh. Ini tentang cinta sebagai pengalaman yang sangat personal, bahkan ketika orang lain menganggapnya aneh, salah, atau nggak masuk akal.

Saya mulai refleksi. Kita semua punya cara unik mencintai. Ada yang suka LDR, ada yang baru bisa dekat kalau udah kerja bareng, bahkan ada yang cuma bisa membuka hati ke hewan peliharaan. Jeanne mencintai benda, iya, tapi emosi yang dia rasakan tuh nyata.

Film ini ngasih gambaran ekstrem tentang objectophilia—kondisi psikologis di mana seseorang merasa tertarik secara romantis atau seksual ke objek. Tapi yang lebih penting, Jumbo nunjukin bahwa validasi perasaan itu penting. Kita nggak bisa asal menyimpulkan “itu salah” tanpa tahu apa yang sebenarnya dirasakan seseorang.

Relate Banget Buat yang Pernah Ngerasa Sendirian

Jujur ya, saya pernah ada di fase hidup yang kayak Jeanne. Bukan jatuh cinta sama benda, sih, tapi merasa lebih aman “ngobrol” sama hal-hal yang nggak akan menghakimi.

Kadang kita capek sama ekspektasi manusia. Apalagi kalau lingkungan nggak ramah atau suka nge-judge. Jeanne tinggal sama ibunya yang posesif dan overprotective, dan dia nggak punya banyak teman. Jadi wajar kalau dia merasa hanya Jumbo yang “mengerti”.

Kita semua butuh tempat yang aman. Dan kalau itu datang dari sesuatu yang nggak biasa… siapa kita untuk bilang itu salah?

Visual dan Sinematografi yang Artistik Tapi Nggak Maksa

Satu hal yang patut diapresiasi dari Jumbo adalah gaya visualnya. Saya suka bagaimana Zoé Wittock berhasil bikin hubungan Jeanne dan Jumbo terasa “hidup”. Wahana itu punya suara, lampu yang bisa merespons mood, dan getaran halus yang terasa intim.

Jumbo

Efek visualnya subtle, nggak lebay, tapi cukup untuk bikin saya percaya ada “jiwa” di dalam mesin itu. Penggunaan warna biru, ungu, dan merah malam juga bikin suasana makin dreamy dan… jujur aja, agak menyeramkan tapi bikin penasaran.

Apakah ini fantasi Jeanne? Apakah dia memang halusinasi? Atau memang ada unsur fiksi ilmiah? Film ini nggak kasih jawaban pasti, dan menurut saya itu yang bikin kuat.

Pelajaran yang Saya Petik Setelah Nonton Jumbo

1. Jangan gampang nge-judge pilihan cinta orang

Setiap orang punya cara sendiri untuk menemukan koneksi emosional. Mungkin aneh buat kita, tapi bisa jadi itu satu-satunya hal yang bikin hidup mereka bermakna.

2. Cinta bukan cuma soal manusia ke manusia

Oke, ini kontroversial. Tapi setelah nonton film ini, saya sadar: perasaan itu kompleks. Cinta bisa datang dari interaksi, dari rasa aman, dari kedekatan yang konsisten, bahkan ke benda yang terasa hidup.

3. Kesepian bisa bikin kita cari koneksi di mana aja

Dan itu bukan sesuatu yang memalukan. Film ini ngasih spotlight ke orang-orang yang biasanya nggak punya tempat di cerita cinta mainstream.

Momen Favorit yang Bikin Saya Mewek

Ada satu adegan waktu Jeanne akhirnya “bercinta” dengan Jumbo (secara simbolis, nggak eksplisit). Itu bukan soal seks. Itu soal keterhubungan. Dia merasa diterima, dipahami, dan bisa jadi dirinya tanpa takut dihakimi. Saya sempat berhenti nonton sebentar waktu itu, karena… wow, itu relate banget.

Bukan karena saya pernah pacaran sama mesin ya (wkwk), tapi karena saya tahu rasanya merasa diterima sepenuhnya untuk pertama kalinya. Dan ketika itu datang, walau dari sesuatu yang nggak biasa, rasanya priceless.

Kalau Kamu Nonton Film Ini, Siap-Siap…

  • Dipertanyakan orang: karena kamu nonton film “aneh”.
  • Nggak bisa tidur: karena kamu mikir, “Apakah kita terlalu gampang bilang orang itu ‘gila’?”
  • Tergerak: untuk lebih terbuka sama perasaan orang lain.
  • Membuka diskusi batin: tentang batas antara cinta dan obsesi.

Apakah Jumbo Cocok Buat Semua Orang?

Jujur aja, nggak semua orang bakal suka. Film ini pelan, penuh simbolisme, dan menyentuh area yang… bisa bikin nggak nyaman. Tapi buat kamu yang suka film yang mikir, introspektif, dan sedikit aneh, ini film yang wajib kamu tonton.

Jumbo

Kalau kamu suka film-film festival, karya arthouse, atau film yang mengangkat tema psikologis dan cinta yang nggak biasa kayak Her (tentang pria jatuh cinta sama AI), atau Lars and the Real Girl, kamu pasti suka Jumbo.

Kesimpulan: Film “Aneh” yang Justru Ngena

Film Jumbo bukan buat semua orang, tapi kalau kamu nonton dengan hati terbuka, kamu akan sadar bahwa film ini bicara soal kebutuhan manusia untuk dimengerti, dicintai, dan diterima, apapun bentuknya.

Kadang kita terlalu sibuk cari cinta di luar, sampai lupa bahwa yang kita butuh sebenarnya adalah ruang aman. Tempat di mana kita bisa jadi diri sendiri, walau itu datang dari tempat yang tak biasa.

Dan ya, saya nggak nyangka film tentang perempuan jatuh cinta ke wahana bisa jadi salah satu tontonan paling menyentuh yang pernah saya tonton.

Baca Juga Artikel Ini: Film Terbaru Bioskop: Deretan Rilisan yang Bikin Gak Sabar Nonton 2025