Jjondeugi Permen Dunia kuliner Korea tak hanya terkenal dengan makanan utama seperti kimchi, bibimbap, atau bulgogi. Dalam ranah jajanan dan kudapan tradisional, Korea memiliki beragam jenis camilan yang menarik untuk dikulik, salah satunya adalah Jjondeugi (쫀드기). Di tengah gelombang Korean Wave yang terus meluas, camilan khas masa kecil ini kembali mencuri perhatian, terutama berkat popularitas konten media sosial, tren nostalgia (retro) dalam budaya Korea, serta ketertarikan generasi muda terhadap makanan yang unik dan menyenangkan.
Jjondeugi, sering disebut sebagai “permen lengket” oleh masyarakat internasional, adalah camilan kenyal berbahan dasar tepung gandum, gula, dan perisa yang kemudian dipanggang atau dibakar sebelum dimakan. Teksturnya lengket, elastis, dan manis, mirip seperti toffee atau chewy candy, tetapi memiliki cita rasa dan nuansa khas Korea yang tidak ditemukan dalam permen Barat.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang Jjondeugi Permen—mulai dari sejarah dan asal-usulnya, bahan dasar dan cara pembuatannya, karakteristik rasa, nilai budaya, inovasi modern, nilai gizi, hingga peluang bisnis dan respons pasar Indonesia terhadap camilan unik yang satu ini.
Apa Itu Jjondeugi Permen?
Jjondeugi (쫀드기) adalah sejenis permen tradisional Korea yang dikenal karena teksturnya yang lengket, kenyal, dan sedikit liat saat dikunyah. Nama “Jjondeugi Permen” berasal dari kata kerja “jjonhada” (쫀하다) yang dalam bahasa Korea menggambarkan sesuatu yang kenyal atau karet seperti. Permen ini biasanya dijual dalam bentuk lembaran tipis berwarna cokelat atau kuning pucat, dan sebelum dimakan sering kali dipanggang atau dibakar di atas api agar menjadi lebih renyah di luar, tetapi tetap chewy di dalam.
Di masa lalu, jjondeugi sangat populer di kalangan anak-anak Korea pada era 1970–1990-an, terutama karena harganya yang murah dan rasanya yang menyenangkan. Anak-anak sering memanggang Jjondeugi Permen menggunakan api lilin, pemantik, atau pemanas kecil sebagai bagian dari pengalaman makan yang seru dan menghibur.
Asal-Usul dan Sejarah Jjondeugi
Tidak ada catatan pasti mengenai siapa yang pertama kali menciptakan Jjondeugi Permen, namun jajanan ini diperkirakan mulai muncul sekitar tahun 1970-an ketika pabrik-pabrik makanan ringan di Korea mulai berkembang. Pada masa itu, jjondeugi diproduksi secara massal dan dijual di toko-toko kecil (punsik) atau kios jajanan sekitar sekolah.
Permen ini menjadi bagian dari budaya anak-anak dan remaja Korea karena proses memakannya yang unik. Alih-alih langsung dimakan, jjondeugi sering kali dipanaskan terlebih dahulu di atas api kecil, menyebabkan permen tersebut sedikit menggelembung dan menciptakan lapisan karamelisasi yang garing di luar. Kegiatan ini menjadi ritual menyenangkan dan sering kali dilakukan secara berkelompok, mirip dengan tradisi membakar marshmallow di beberapa negara Barat.
Namun, seiring berjalannya waktu dan hadirnya camilan modern, Jjondeugi Permen sempat meredup popularitasnya. Baru belakangan ini, terutama sejak tahun 2020-an, camilan ini kembali naik daun berkat konten media sosial, YouTuber Korea yang membuat konten nostalgia, dan meningkatnya minat terhadap makanan retro.
Karakteristik dan Cita Rasa Jjondeugi
Jjondeugi memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya berbeda dari camilan kenyal lainnya:
1. Tekstur
Kenyal, lengket, dan elastis saat belum dipanaskan.
Jika dibakar, bagian luar menjadi garing dan karamelisasi, sementara bagian dalam tetap chewy.
2. Rasa
Dominan manis, dengan sedikit rasa gurih jika ditambahkan perisa seperti mentega atau garam.
Terkadang memiliki aroma vanila, susu, atau bahkan rasa buah-buahan.
3. Bentuk dan Warna
Umumnya berbentuk lembaran panjang seperti gulali tipis.
Berwarna krem, cokelat muda, atau putih susu, tergantung bahan dan tambahan perisa.
4. Cara Konsumsi
Bisa langsung dimakan, tetapi lebih nikmat jika dipanggang sebentar terlebih dahulu.
Bisa dikreasikan dengan topping seperti keju, cokelat leleh, atau kacang tumbuk.
Bahan Dasar dan Cara Membuat Jjondeugi Permen
Secara tradisional, Jjondeugi Permen dibuat dari bahan sederhana:
Bahan-Bahan Dasar:
Tepung gandum (atau campuran tepung terigu dan pati kentang)
Gula pasir atau sirup jagung
Air
Perisa (vanila, susu, atau mentega)
Sedikit garam
(Opsional) minyak sayur untuk membantu elastisitas
Langkah-Langkah Pembuatan:
Campurkan tepung, gula, garam, dan air hingga menjadi adonan kental.
Masak adonan dengan api kecil hingga mengental dan menjadi seperti taffy.
Tuang adonan ke permukaan datar dan biarkan dingin.
Setelah set, potong menjadi lembaran panjang atau bentuk sesuai selera.
Keringkan di suhu ruang atau dengan oven bersuhu rendah.
Simpan dalam wadah kedap udara agar tetap kenyal.
Beberapa produsen modern juga menambahkan gelatin atau bahan pengikat nabati agar teksturnya lebih stabil dan tahan lama.
Nilai Gizi dan Kandungan Kalori Jjondeugi Permen
Sebagai camilan, Jjondeugi Permen termasuk dalam kategori makanan tinggi gula dan karbohidrat, sehingga perlu dikonsumsi dalam jumlah wajar.
Perkiraan Gizi per Porsi (30–40 gram):
Kalori: 120–150 kkal
Karbohidrat: 25–30 gram
Gula: 10–15 gram
Lemak: 1–2 gram
Protein: 1 gram
Catatan Kesehatan:
Cocok sebagai sumber energi cepat, terutama saat beraktivitas ringan.
Kurang cocok bagi penderita diabetes jika tidak ada alternatif rendah gula.
Bisa dikreasikan dalam versi healthier dengan gula kelapa atau madu alami.
Inovasi Modern Jjondeugi
Seiring meningkatnya minat terhadap jajanan retro, banyak inovasi dilakukan oleh produsen maupun penjual UMKM di Korea dan negara lainnya:
1. Jjondeugi Rasa Buah
Tambahan ekstrak stroberi, mangga, atau melon untuk sensasi rasa baru.
2. Jjondeugi Rasa Kopi atau Cokelat
Cocok untuk remaja dan dewasa yang menyukai rasa pahit-manis.
3. Jjondeugi Isi Keju atau Cokelat
Dibuat seperti permen lumer dengan isian di dalamnya.
4. Jjondeugi Vegan
Menghindari penggunaan gelatin atau bahan hewani, cocok untuk konsumen vegan.
5. Jjondeugi Panggang Kemasan
Versi siap makan dengan lapisan luar yang garing.
Tren dan Popularitas Kembali Jjondeugi
Sejak tahun 2020-an, Jjondeugi Permen mengalami lonjakan popularitas berkat beberapa faktor:
Konten nostalgia: Banyak influencer Korea membagikan video mencoba jajanan masa kecil.
Media sosial: TikTok dan Instagram penuh dengan video membakar Jjondeugi Permen.
Minat global terhadap kuliner Korea: Setelah popularitas dalgona dan tteokbokki, Jjondeugi Permen menjadi camilan berikutnya yang menarik perhatian dunia.
Peluang Bisnis Jjondeugi di Indonesia
Dengan tren makanan Korea yang terus berkembang di indrabet Indonesia, Jjondeugi Permen memiliki potensi besar untuk dijadikan produk kuliner inovatif:
1. Camilan Kekinian
Dijual dalam bentuk kemasan kecil sebagai snack premium.
2. Produk Frozen / Siap Panggang
Dipasarkan untuk anak muda yang ingin pengalaman bakar permen ala Korea di rumah.
3. Kolaborasi Dessert
Dijadikan topping untuk es krim, roti, atau bahkan minuman boba.
4. Event Pop-up atau Festival Korea
Booth Jjondeugi Permen bisa menjadi pusat perhatian karena unik dan mudah dikreasikan.
Tips Menjual dan Memasarkan Jjondeugi
Gunakan kemasan menarik dan berwarna cerah.
Berikan instruksi cara memanggang atau menghangatkan.
Buat variasi rasa dan ukuran.
Libatkan media sosial sebagai strategi promosi.
Sediakan versi “mini pack” untuk tester atau oleh-oleh.
Kesimpulan
Jjondeugi, permen lengket dan kenyal khas Korea, adalah camilan yang sederhana namun penuh pesona. Dengan cita rasa manis, tekstur unik, dan pengalaman makan yang seru, Jjondeugi Permen bukan hanya makanan, tapi juga bagian dari kenangan dan budaya populer.
Kini, berkat tren makanan retro dan antusiasme masyarakat terhadap budaya Korea, Jjondeugi Permen kembali bangkit sebagai camilan modern yang tak kalah dari produk baru lainnya. Bagi pasar Indonesia yang menyukai rasa manis dan unik, jjondeugi bisa menjadi bintang baru dalam dunia camilan—baik sebagai makanan nostalgia, hiburan interaktif, maupun peluang usaha yang menguntungkan.
Satu lembar Jjondeugi Permen, satu gigitan kenangan, dan satu langkah menikmati budaya Korea dalam bentuk yang paling sederhana—namun paling menggoda.
Baca Juga Artikel dari: Palace of Culture and Science: Ikon Kota Warsawa yang Megah